Dolanku.com - Ada ungkapan "Sejahat apapun ibumu, tidak menggugurkan kewajiban bagimu untuk berbakti padanya." Serta, "Sungguh rugi, ketika seorang anak mendapati ibunya masih hidup, tetapi ia tak mendapat asbab pahala darinya."
Itulah dua pernyataan yang amat saya setujui. Pake banget. Justru, hal tersebut dapat menjadi ladang pahala terbesar bagi anak. Terutama, anak yang berstatus dizalimi ibunya sampai bikin trauma seumur hidup.
Barangkali, anak diam saja tanpa membalas kejahatan ibunya pun sudah menjadi kebaikan tersendiri. Apalagi, tatkala memutuskan berbakti pada ibunya. Tentulah, lebih utama dan sangat bagus diterapkan.
Bagaimana cara berbakti pada ibu yang jahat? Pertama, jangan ganggu hidup beliau. Ibu yang masih tetap jahat pada anaknya yang sudah dewasa, sangat memungkinkan beliau mempunyai power.
Bukan cuma memiliki harta berlebih, tetapi juga ada dukungan orang-orang yang berhasil "dipengaruhi" beliau. Alhasil, sang ibu menjadi tetap merasa di atas. Harus bikin anak yang dibenci tampak kualat dulu di mata banyak orang.
Kedua, kirim paket yang isi barang atau makanannya berasal dari membeli dari martketplace (toko online). Dikirimkan ke alamat ibu dan nama penerima juga sang ibu. Apalagi, ketika ibu punya sifat kikir dan tamak. Pastilah suka.
Ibu seperti ini, lebih suka menerima barang anaknya ketimbang melihat wajah dan menerima kedatangan tubuh anaknya di kediaman beliau. Kalaupun, anaknya nekat datang akan dibuat kacau pikiran anaknya supaya semakin tertekan.
Ketiga, kalau punya uang lebih. Kirim orang tua duit. Bisa lewat teman, saudara kandung, ataupun orang kepercayaan lain. Walaupun, ibu tidak mengakui pemberian itu serta tetap saja berbuat jahat, bukan menjadi alasan untuk membenci ibu.
Ingat, berbakti merupakan perintah wajib. Melanggar kewajiban dapat berbuah dosa. Dengan kata lain, berbakti kepada orang tua adalah urusan anak pada Tuhan. Kalau memang ikhlas lillahitaala, tentu tetap tegak taat pada-Nya meski dizalimi.
Keempat, berilah nasihat. Sebagai anak yang tak disukai, memberi nasihat pada ibu jahat tentu bukan saran solutif. Buat apa menasihati ibu yang merasa paling benar serta selalu ingin menekan mental anaknya yang dijahati?
Jawabannya, sama seperti nomor tiga. Menasihati merupakan amal saleh. Apalagi kepada kerabat terdekat. Terpenting, sebagai anak sudah berusaha memberikan nasihat-nasihat berharga pada ibu jahat. Kelak di akhirat, sudah ada hujjah maupun uzur di hadapan Tuhan.
Kelima, meng-iya-kan semua pembicaraan yang dihujamkan. Entah menyakitkan (misal dibanding-bandingkan atau tak diberi solusi nyata) ataupun menekan mental, seluruhnya wajib di-iya-kan. Dilarang membantah!
Sebab, kalau membantah maupun menimpali, justru berakibat terkena jebakan batman. Akhirnya, terjadi perdebatan atau perselisihan tiada ujung. Sebab, niat ibu mengajak ngobrol begitu memang sengaja memancing keributan.
Keenam, mendoakan. Kembali ke nomor tiga dan empat. Mendoakan ibu, termasuk ibu yang jahat, merupakan amal saleh bagi anaknya. Mau sejahat apa ibu pada salah satu anaknya, hal tersebut biarlah menjadi urusan ibu dengan Tuhan.
Urusan anak dengan Tuhan yaitu berbuat baik pada ibunya. Tanpa kecuali, dalam bentuk mendoakan ibunya. Minimal berdoa agar sang ibu mendapat ampunan dosa serta diberi taufik dan hidayah.
Ketujuh, menutupi aib dan kesalahan ibu. Termasuk, dalam wujud kejahatan orang tua secara spesifik kepada anak yang dizalimi. Tak perlu diuraikan secara mendetail. Orang terdekat (pasangan, anak kandung, atau orang penting lain) cukup tahu saja bahwa sang ibu jahat.
Sejahat Apapun Ibu, Aku Masih Merasa Bahagia Diberi Kesempatan Tuhan untuk Bertemu
Tuhan pasti punya alasan kenapa aku masih hidup, di sisi lain ibuku yang jahat juga hidup. Padahal, dengan penyakit yang saya derita, sebenarnya saya siap untuk dipanggil Tuhan menghadap-Nya.
Bagiku, buat apa hidup kalau merasa gagal menjadi anak yang bisa dibanggakan oleh orang tua? Bersyukurlah, sekarang aku sadar. Justru, kehidupan ibu dan aku, dapat menjadi sarana rekreasi di sisa hidupku.
Dalam artian rekreasi imagener. Yakni, sebuah kebahagiaan yang paling fundamental antara hamba dengan Tuhan. Hanya didapat dengan cara patuh pada-Nya, walau harus menahan rasa sakit berhadapan dengan ibu berkarakter jahat.
 |
Ilustrasi hubungan orang tua dengan anaknya (sumber foto pixabay.com) |
Setiap kali aku merasa mampu melawan egoku untuk tak membalas kejahatan ibuku, di kala itu pula aku merasa puas dan lega. Apalagi, tatkala berhasil tak berdebat atau "sekedar" adu argumen dengan ibu. Cukup meng-iya-kan semua pancingan pembicaraan beliau.
Bersyukurnya, saya punya iman. Entah apa yang terjadi saat saya tak punya agama. Mungkin sudah berbuat di luar akal kemanusiaan. Mulai dari mengakhiri hidup sendiri, atau bisa pula membalas kejahatan ibu dengan cara jauh lebih licik dan menyakitkan.
(*)
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Meski Ibu Jahat, Aku Masih Tetap Ingin "Rekreasi" Bertemu Beliau"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com