Menjadi insan yang individualis bagi sebagian kalangan dianggap sebagai suatu aib, memalukan, pertanda gagal menjadi manusia normal, hingga disebut-sebut menunjukkan perilaku yang melanggar norma sosial. Pada intinya, perbuatan individualis diberi stigma sebagai manusia yang egois dan tidak mampu bergaul dengan sesama manusia di sekelilingnya. Tambah parah lagi, ada yang menyebut sebagai orang bermasalah sehingga mesti diluruskan jalan hidupnya.
Padahal, kalau dicermati lebih mendalam seseorang memilih menjadi individualis salah satunya lantaran mereka telah dikucilkan atau disingkirkan. Dapat pula, diakibatkan oleh ketidaknyamanan individu terhadap kebiasaan dan sikap orang di sekitarnya yang malah bikin jiwa hancur sehingga mengalami gangguan kesehatan mental. Alhasil, setelah dipikir-pikir baiknya waktu yang dimiliki sepenuhnya dicurahkan untuk diri sendiri.
Ketimbang tenaga, harta, waktu, pikiran, maupun kesejahteraan mental dibagi-bagikan kepada manusia yang tak tahu terima kasih alias enggak tahu diri sebaiknya digunakan secara totalitas untuk diri pribadi bukan? Bayangkan, ingin terlibat guyub secara aktif dengan masyarakat nyatanya justru potensinya dikebiri dan dibonsai. Di mana, seharusnya diberi kesempatan dan ruang gerak agar bisa turut andil berkontribusi lebih jauh.
Jadi, pahami dulu alasan seseorang mengapa memilih menjadi pribadi individualis. Ada yang sejak usia dini memang mendapat pendidikan "salah" dari orang tuanya sehingga terbentuklah karakter individualis. Di sisi lain, ada pula individu yang baru memutuskan berbuat individualisme sesudah dewasa. Dia mau fokus pada urusan mencari duit dan mengurusi kehidupan rumah tangganya. Baginya, itu keputusan rasional ketimbang terus-terusan mengandalkan sesama.
Lagi pula, dengan berperilaku individualis membuat seseorang terbiasa hidup mandiri dan bertanggung jawab penuh atas seluruh pilihan pribadi yang telah diambil. Orang yang individualis juga cenderung sangat jago bernegoisasi maupun memecahkan masalah. Alasannya, dia tidak ingin menggantungkan diri pada orang lain untuk menghadapi kendala yang sedang dihadapi. Akhirnya, setiap problem yang menghadang akan melatihnya tetap kuat dalam keadaan sendirian.
Apakah Orang Berduit yang tak Mau Mengutangi Disebut Individualis?
Orang individualis tidak akan pernah merasa punya hutang budi pada orang lain. Dia juga tidak akan merasa sungkan menolak permintaan tolong yang ditujukan padanya, termasuk pihak yang hendak meminjam uang kepadanya, karena baginya orang lain hanyalah benalu. Datang di saat butuh dan di kala dirinya sedang terjatuh justru bersikap menjauh. Alih-alih membayar hutang, yang ada tidak mau melaksanakan kewajiban melunasi. Parahnya, beraksi play victim dan bersilat lidah.
Tentu, kenyataan di atas bikin kecewa dan mengganggu suasana hati. Bagaimana tidak merusak kestabilan mental? Pertama, merasa dikhianati orang yang telah dipercayai. Kedua, kehilangan uang yang telah dipinjamkan. Ketiga, dimusuhi oleh pihak penghutang gara-gara terus-menerus ditagih meski sudah mangkir. Keempat, terlanjur berharap pada manusia ternyata berujung sia-sia. Kelima, menambah-nambahi masalah dalam hidup yang seharusnya hal itu bisa dihindari atau dicegah dengan mudah.
Apa sih Tujuan Hidup Berkelompok dan Saling Bergantung pada Manusia lain?
Takut mati tidak ada yang mengubur? Selama masih beragama dan mayat dapat diketahui insan lain, pasti ada yang mengubur! Khawatir ketika sakit tidak ada yang membantu? Sekarang zaman modern, beli obat sudah bisa lewat aplikasi layanan kesehatan di HP. Kalau mau periksa ke pusat kesehatan langsung saja naik taksi online. Takut dikatakan tak punya teman? Banyak teman palsu yang sejatinya justru memusuhi di belakang, toxic (sampah), dan cuma jadi beban. Teman seperti itu untuk apa?
Sebenarnya, orang yang kehidupannya masih tergantung pada orang lain belum bisa disebut telah mencapai kesuksesan. Tentu, maksud bergantung di sini berbeda dengan bekerja sama. Sebab, hubungan kerja sama merupakan suatu tindakan yang saling membutuhkan. Dengan begitu, orang individualis tidak akan terlalu mengambil hati atas penilaian orang lain yang menyudutkan. Enggak cemas tatkala orang lain tiba-tiba berubah sikap "balik badan" seolah tanpa alasan. Emangnya mereka itu siapa kok berbuat seenaknya?
Apakah Sebuah Kewajiban Bagi Setiap Individu untuk Mengikuti Tren atau Tradisi yang Sudah Menjadi Standar Sosial?
Jumlah manusia di dunia ini banyak dan ukuran permukaan bumi ini luas. Oleh sebab itu, jika kebiasaan masyarakat setempat tidak sesuai dengan kondisi pribadi dan sulit untuk bertahan di sana maka sebaiknya tinggalkan saja mereka. Terpenting sikap individualis tersebut tidak berakibat mengganggu kehidupan orang lain. Tak pula menimbulkan kontroversi. Cukup dengan langkah tidak mengikuti kebiasaan rutin mereka, lambat laun pasti akan dimaklumi sehingga tak lagi menjadi bahan omongan.
Terlalu asyik untuk terlibat aktif mengikuti tren atau tradisi yang telah menjadi standar sosial bisa menyebabkan merusak jalan hidup pribadi. Sebaliknya, memutuskan cuek terhadap kehidupan sekitar yang dapat menghambat perkembangan diri terkadang amat diperlukan serta justru bikin bahagia. Terlebih lagi, kerap kali dengan menuruti standar sosial berdampak pada depresi serta merusak prinsip hidup yang telah diperjuangkan. Tentunya, pikiran bakal terpecah-pecah untuk hal yang semestinya jadi tugas orang lain yang lebih mampu.
Apa Manfaat atau Sisi Positif Selain yang Telah Disebutkan di Atas Saat Seseorang Bertindak Individualisme?
Sikap individualis yang dilakukan secara tepat dan terukur dapat membuat seseorang menjadi semakin kreatif, produktif, dan inovatif. Hal tersebut wajar karena mereka enggak akan gampang termakan, terpengaruhi, atau terpancing omongan orang lain. Dia akan bisa fokus untuk memahami tentang "siapa" sebenarnya dirinya sendiri. Dengan begitu, ia lebih mudah untuk menemukan jati dirinya sekaligus mempertahankan prinsip hidupnya. Masa bodoh dengan omongan "sampah" orang lain.
Mengandalkan perjalanan hidup ke depan dengan langkah minta disokong serta dituntun oleh keluarga, teman, atau orang lain justru akan bikin malas dan otak menjadi tak berfungsi optimal. Tentu, sebaliknya saat dirinya dibutuhkan oleh orang lain juga harus siap sedia untuk membantu walau sebetulnya dirinya sedang ada masalah hidup. Oleh sebab itu, banyak orang yang kehidupannya "berlindung" (bukan bekerja sama) di bawah komunitas sehingga bikin tersandera berujung jarang mengalami sukses.
Toh, dalam suatu masyarakat pasti semuanya tidak bersikap individualis. Ada kok yang tetap membangun kebersamaan dalam berbagai hal. Dengan demikian, baik itu individualis maupun kolektif, senyampang keduanya sama-sama memberikan kontribusi bagi perkembangan sosial tentulah baik bagi pembangunan masyarakat. Sebaliknya, meskipun berkelompok kalau malah berbuat negatif secara bergerombol hal tersebut sangat merugikan kehidupan sosial.
[DolanKu/25/05/24]
|
Ilustrasi perilaku individualisme (Sumber Pixabay.com/ geralt) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Sisi Lain Sikap Individualis yang Justru Bikin Bahagia"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com