Kegiatan wisata religi sejatinya ditujukan guna memenuhi kebutuhan hati untuk "bahagia" melalui jalur spiritualitas, religiusitas, atau keagamaan. Di mana, mayoritas wisata religi mengandung unsur ibadah sehingga merupakan sebuah bentuk ketaatan individu terhadap Tuhan. Jadi, dalam menerapkan wisata religi para wisatawan lebih mengutamakan nilai sakral dan "kepuasan" hati di relung terdalam.
Lebih lanjut, diharapkan sesudah melakukan kegiatan perjalanan tersebut membikin jiwa menjadi "terisi" kembali setelah sekian lama terlalu fokus pada urusan duniawi. Sebab, dengan langsung berkunjung ke lokasi yang "disucikan" itu merasa jauh lebih kuat "getarannya" dan terasa dekat kepada Tuhan dibanding "komunikasi" dengan-Nya tatkala di rumah saja. Lagi pula, wisata religi dapat menjadi simbol kepatuhan hamba kepada Tuhan.
Baca juga: 5 Macam Wisata Religi dalam Agama Islam
Intinya, setelah melaksanakan wisata religi seseorang bisa merasa tenang dan seolah tak punya hutang atau tanggungan lagi. Dengan begitu, diharapkan dalam bekerja mencari uang bisa lebih lancar dan membawa berkah. Dengan catatan, tentunya sebagaimana bentuk wisata pada umumnya yang lain, semakin jauh wisata religi dilakukan bertambah pula nilai "kepuasan" karena telah banyak pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan.
Sebelum berangkat berwisata religi, baik itu sendirian atau bersama keluarga maupun rombongan dengan puluhan orang, biasanya butuh persiapan dan perencanaan matang. Mereka mesti menyisihkan waktu, uang, tenaga, dan pikiran guna menyukseskan agenda wisata. Risiko badan capek dan mata ngantuk usai perjalanan jauh pun bukan jadi halangan. Justru, semakin tambah semangat.
Boleh dikatakan bahwa wisata religi dikategorikan sebagai wisata minat khusus. Artinya, tidak akan cocok dilakukan oleh semua orang. Terutama bagi mereka yang enggak meyakini atau mempercayai. Lebih dari itu, tak jarang kegiatan wisata religi difungsikan sebagai pendekatan secara mistis atau gaib untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (seperti kekayaan, jodoh, dan jabatan).
Contoh nyata destinasi wisata religi meliputi rumah ibadah, tempat yang disucikan oleh ajaran agama, makam tokoh agama, lembaga pendidikan keagamaan, museum keagamaan, menghadiri kajian di majelis taklim, berkunjung kediaman tokoh agama untuk berkonslutasi atau minta nasihat, dan tempat-tempat lain yang dapat menghilangkan dahaga spiritual serta mampu membasahi batin melalui siraman hikmah-hikmah religi di lokasi yang dituju.
Idealnya, wisata religi harus dilakukan oleh orang yang seagama dengan kultur keyakinan mayoritas masyarakat yang akan dikunjungi. Alhasil, wisata religi sangat berbeda dengan wisata halal. Sebab, wisata halal amat boleh dikunjungi oleh semua penganut agama dengan syarat tetap mematuhi standar kehalalan. Alasannya, wisata halal fokus pada layanan dan fasilitas yang memenuhi standar halal.
Layanan dan fasilitas halal di tempat wisata yang menunjang wisatawan Muslim untuk "stay halal" meliputi sarana dan prasarana sholat, air untuk wudhu, akses kuliner halal, tampilan atau pemandangan yang tidak melanggar ajaran Islam, hingga hiburan yang tidak berlebih-lebihan. Hiburan yang disajikan durasinya wajar (utamanya tak sampai larut malam), jumlahnya tak berlebihan, dan tidak melanggar norma agama Islam.
Baca juga: Perbedaan Wisata Syariah dengan Wisata Religi
Kesimpulannya, wisata halal bukan berarti ingin mengubah jenis wisata tertentu menjadi wisata religi yang pengunjungnya hanya dikhususkan bagi umat Islam. Melainkan, penyelenggaraan wisata halal dimaksudkan untuk memudahkan wisatawan Muslim dalam beribadah dan mentaati perintah agama di lokasi wisata. Artinya, pengelola wisata tidak perlu merubah konten dan suasana lingkungan wisata menjadi Islami.
|
Ilustrasi sertifikat wisata halal (sumber Pixabay.com/ Willem67) |
Tulisan milik *Dolanku* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Perbedaan Wisata Religi dengan Wisata Halal"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com