Berita di media massa tentang ulah warga lokal (warlok) atau juga disebut anak kampung sini (akamsi) terhadap turis yang hendak berwisata terkadang sungguh tak patut dilakukan. Alhasil, perilaku mereka bikin wisatawan kecewa dan tak betah untuk tinggal berlama-lama menikmati liburan di daerah sekitaran sana.
Akamsi berulah turis merasa susah. Itulah satu pernyataan yang semestinya menjadi perhatian bagi pihak-pihak terkait. Tatkala kelakuan warga lokal sudah terbukti banyak meresahkan pengunjung wisata, sebaiknya segera ditindak. Tujuannya agar objek wisata yang dijadikan andalan tidak terkena catatan buruk bagi para pelancong.
Baca juga: 7 Kebiasaan Warga Lokal yang Bikin Wisatawan Betah Berlama-lama Liburan
Perlu disadari bahwa sekarang ini merupakan zaman digital. Informasi atau kabar tentang perilaku negatif warlok di tempat wisata bakal cepat tersebar. Dampaknya, tentu yang dirugikan bukan para pelaku kenakalan saja yang telah merugikan wisatawan. Pemerintah daerah, masyarakat sekitar, maupun pihak pengelola wisata turut kena getah.
Berikut ini tujuh kelakuan anak kampung sini yang bikin kecewa wisatawan sehingga ogah berlama-lama untuk liburan:
1. Menipu
Bentuk penipuan di sekitar lokasi wisata bukan cuma dilakukan para pedagang. Misalnya meliputi dengan langkah mengurangi berat timbangan tak sesuai permintaan pembeli, barang palsu dibilang asli, hingga menjual barang dagangan dengan kualitas tak pantas ternyata ikut disisipkan untuk dijual (rusak, busuk, atau kadaluarsa).
Wujud penipuan selain yang disebut di atas yaitu berupa penipuan objek wisata yang menggiurkan dan bertiket mahal tetapi setelah dikunjungi ternyata tak sebanding dengan tarifnya. Bentuk perilaku menipu selanjutnya ialah memberikan kamar penginapan yang kelasnya lebih rendah dibandingkan harga yang telah disepakati.
2. Meneror atau Merusak Barang Milik Wisatawan
Tindakan meneror bukan semata-mata bertujuan ingin memperoleh uang dari pihak korban. Tak menutup kemungkinan beberapa anak kecil dan remaja berjiwa labil melakukan tindakan teror dengan maksud sekadar iseng, usil, atau main-main. Contohnya melempar batu ke arah kaca kendaraan. Bisa pula, ada yang menabur ranjau paku supaya ban kendaraan bocor.
3. Melakukan Pemaksaan, Pengancaman, dan Pemerasan
Bentuk pemaksaan, pengancaman, atau pemerasan sudah banyak ditemukan di berbagai objek wisata di penjuru dunia. Modusnya ada yang melalui pancingan berupa menawarkan jasa foto atau barang dagangan. Di mana, dengan lancang seketika para wisatawan langsung difoto atau diberikan barang dagangan lantas tanpa ada kesepakatan harga apapun langsung meminta duit sebagai gantinya.
Perilaku sadis berikutnya berupa menabrakkan diri kemudian meminta ganti rugi (play victim). Bahkan, ada yang langsung terang-terangan memalak tanpa ada alasan atau modus apapun. Ada pula pengemis yang meminta-minta secara agresif dan bermuka jutek ketika tak diberi.
Terakhir, terdapat beberapa orang yang menjatuhkan mental dengan cara berteriak-teriak terhadap pengemudi mobil di tanjakan curam agar kendaraan menjadi mogok (tidak kuat menanjak) lalu akhirnya didorong bersama kawanannya. Tentunya, sesudah itu mereka minta imbalan.
4. Tidak Menghargai Privasi Wisatawan
Wisatawan yang sendirian maupun wisatawan kelompok yang hanya terdiri dari kaum hawa biasanya menjadi sasaran empuk bagi warga lokal yang punya niat jahil. Selain memfoto atau merekam video secara diam-diam, mereka terkadang juga sangat aktif menguntit. Malah, yang lebih nekat lagi mereka menggoda (genit) atau berkata-kata mesum terhadap wisatawan tertentu.
5. Melambungkan Tarif, Bayaran, atau Harga
Memang harus diakui serta dimaklumi bahwa sejumlah harga-harga dagangan, jasa, atau layanan di lokasi wisata lebih tinggi dibanding di tempat lainnya. Akan tetapi, ketika biaya yang harus dikeluarkan turis nyatanya berkali-kali lipat jauh lebih besar dari umumnya di tempat wisata lain tentunya itu sangat tidak manusiawi.
Melambungkan tarif, bayaran, atau harga bisa diterapkan dengan langkah tanpa adanya kesepakatan di awal. Dapat pula, ternyata penjual atau pemberi layanan jasa mengingkari perjanjian harga yang sudah disepakati bersama. Contohnya saat memakai jasa naik kuda, ojek sepeda motor, makan di warung, parkir kendaraan, transportasi umum, dan lain-lain.
6. Mencopet atau Mencuri
Pencopetan atau pencurian tergolong sering terjadi di tempat-tempat wisata yang padat, berjubel, atau ramai pengunjung. Bentuk pencurian yang tak kalah memalukan yaitu pencurian sepeda motor, pencurian barang keperluan pribadi di penginapan, ataupun pencurian suku cadang kendaraan.
7. Mengeksploitasi Wisatawan
Makna mengeksploitasi di sini adalah perilaku mengeruk harta sebanyak-banyak dengan cara tak terduga dan eksplisit atau halus sehingga orang yang dijadikan target tidak segera menyadari bahwa dirinya sedang digerogoti. Cara unik yang mungkin diterapkan yaitu dengan memberikan umpan perempuan cantik kepada wisatawan. Kemudian, perempuan itu ditugaskan untuk menguras isi dompet.
Modus eksploitasi lainnya dengan memberikan informasi palsu bahwa tempat yang ingin dituju (pusat oleh-oleh, rumah makan, penginapan, dan sebagainya) oleh wisatawan disebut telah tutup. Bisa pula mempengaruhi sambil berkata "Tempat itu harganya mahal, barangnya palsu, pokoknya jangan ke situ deh! Daripada nanti menyesal."
Padahal, setelah itu dia bakal mengarahkan wisatawan untuk menuju lokasi lain yang sudah ada kerja sama dengannya. Intinya, saat ditanya atau dimintai informasi malah menyesatkan dengan tujuan ingin mencari ceperan (recehan) dari pemilik usaha yang telah "diberi" konsumen. Dengan kata lain, jika dia berhasil "membawa" konsumen ke tempat usaha tertentu maka akan turut kebagian untung.
[DolanKu/17/05/24]
|
Ilustrasi wisata di pegunungan (sumber Pixabay.com/ RichardMc) |
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "7 Perilaku Warga Lokal yang Bikin Wisatawan Kecewa dan Tak Betah Berlama-lama Liburan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com