Warlok (warga lokal) atau akamsi (anak kampung sini) semestinya memang dituntut ikut mendukung model pariwisata berkelanjutan. Maksudnya, jangan sampai ada wisatawan yang kecewa dan kapok datang kembali ke lokasi wisata di daerah tempat mereka tinggal atau wilayah berkuasa. Lebih parah lagi, tak menutup kemungkinan para pengunjung itu bakal menyebarkan pengalaman pribadi berwisata yang sudah dialami.
Toh, jika banyak wisatawan yang datang berbondong-bondong secara berkelanjutan hingga selama puluhan tahun maka masyarakat pasti mendapatkan efek positifnya. Kalau memang dirasa justru lebih banyak mendapatkan dampak negatif, berarti tinggal merubah cara mengelola daerah wisata tersebut. Baik itu dengan langkah mengatur lalu lintas, pemerataan dalam bagi-bagi hasil penjualan tiket, maupun memberikan jatah lapak dagangan secara adil serta terbuka.
Berikut ini tujuh kebiasaan warlok atau akamsi yang membuat gairah wisatawan betah berlama-lama liburan di daerahnya:
1. Ikut Menjaga Kebersihan dan Keamanan Lokasi Wisata
Kepedulian masyarakat sekitar terhadap kebersihan dan keamanan di objek wisata maupun infrastrukturnya (jalan raya menuju lokasi wisata, jembatan, halte, terminal, penginapan, tempat makan, pusat oleh-oleh, parkir, toilet, hingga tempat ibadah) sangat berperan penting dalam menunjang bikin betah wisatawan berlama-lama menikmati objek wisata. Hal itu dilarang keras untuk menyepelekannya.
Bayangkan saja, barangkali konten wisata atau tujuan utama berwisata sangat menggoda untuk dikunjungi. Namun, itu semua bakal berkurang cita rasanya tatkala didapati sarana dan prasarana penunjang sangat bertolak belakang. Misalnya, fasilitas yang diberikan sangat jorok dan menjijikkan. Parahnya, objek wisata yang terlihat indah di medsos tak sebanding dengan sajian "sampah" di sekitarnya yang diterima.
2. Menjunjung dan Mengutamakan Tingginya Adab atau Akhlak Luhur
Sikap sopan santun, gemar menolong, gotong royong, dan ramah merupakan hal yang tidak boleh diabaikan untuk menciptakan model pariwisata berkelanjutan. Alasannya, siapapun tentunya termasuk turis lokal maupun luar negeri pastilah menyukai keluhuran adab atau akhlak warga lokal di sekitar tempat mereka berwisata. Sebaiknya, janganlah membedakan dalam memberlakukan antara warga sesama pribumi dengan bule yang dianggap tajir.
3. Mengutamakan Komunikasi untuk Menepis Rasa Curiga
Terkadang beberapa pengunjung memiliki sikap yang dirasa bakal melanggar norma masyarakat lokal. Sebut saja contohnya geber-geber motor pakai knalpot brong, teriak-teriak tak jelas, mabuk-mabukan, mesum, berzina, atau semacamnya. Akan tetapi, ketika sejak awal dikomunikasikan terlebih dahulu pasti hal tersebut dapat dicegah. Apalagi, sebelumnya memang sudah ada rasa curiga bahwa para pendatang itu mau melakukan hal-hal negatif.
4. Santai dan Memaklumi dalam Menghadapi Sikap Wisatawan yang Selalu Ingin Tahu
Maksud santai di sini ialah harus mengimbangi suasana hati wisatawan yang berbunga-bunga tatkala pertama kali berkunjung ke lokasi wisata. Begitu pula, toleran (menerima) sikap pengunjung yang selalu banyak tanya dan banyak polah lantaran terlalu ingin tahu hal-hal baru di sana. Sebab, apapun itu yang pertama kali dilihat pasti akan memunculkan kesan tersendiri. Dengan memaklumi sikap wisatawan seperti itu tentu bakal sama-sama bikin nyaman.
5. Terbiasa Berbahasa Indonesia dan Berbahasa Inggris dengan Benar
Destinasi wisata yang kelasnya nasional dan internasional tentunya para pengunjungnya dari berbagai penjuru negeri maupun lintas negara. Oleh sebab itu, membiasakan diri berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris secara fasih akan sangat membantu dalam memopulerkan objek wisata di sana. Di mana, para turis luar negeri merasa nyaman karena ada warga lokal yang mampu diajak komunikasi secara mendalam.
6. Mempertahankan Ciri Khas Kedaerahan
Ciri khas suatu daerah sangat banyak ragamnya. Mulai dari kuliner, komoditas pangan (kebun, ladang, atau sawah), produk kerajinan, ritual keagamaan, penggunaan teknologi dari peninggalan leluhur (misalnya membajak sawah menggunakan sapi), sampai bentuk rumah yang kompak alias serempak disesuaikan dengan kondisi alam sekitar.
7. Aktif, Kreatif, Produktif, dan Inovatif
Sungguh terasa janggal bukan ketika warga lokal ternyata banyak yang terlihat menganggur di waktu-waktu jam kerja di luar hari libur? Di mana, tentunya justru pemandangan seperti itu akan membuat risih pengunjung. Bagaimana tidak? Ditemukan banyak masyarakat sekitar yang berseliweran dengan penampilan "tak jelas" ataupun menongkrong di titik tertentu yang mengganggu pemandangan dan tak bikin nyaman.
[DolanKu/17/05/24]
|
Ilustrasi wisatawan lokal (sumber Pixabay.com/ sendywulandh) |
Tulisan milik *Dolanku* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "7 Kebiasaan Warga Lokal yang Bikin Wisatawan Betah Berlama-lama Liburan"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com