Dolanku.com - Antara negara Islam dengan ajaran Islam itu beda. Antara kerajaan Islam dengan agama Islam itu tak sama. Begitu pula, antara orang Islam (Muslim) dengan nilai-nilai Islam itu sendiri tentulah sangat beda. Semua hal itu boleh dikaitkan, tetapi sesuatu yang hakikatnya berlainan dilarang keras menyamakannya.
Seluruh manusia boleh mengaku beragama Islam. Semua negara bisa saja mendeklarasikan "berbasis" Islam, tetapi belum tentu praktiknya sesuai syariat Islam. Boleh jadi, bagi mereka yang mengaku dan membawa-bawa simbol Islam tak lebih dari hanya dijadikan alat untuk mencari makan (mengeruk sumber daya alam) dan berkuasa.
Baca juga Dua Pilihan, Mau Membiarkan atau Memutuskan Membela Kebatilan yang Menghancurkan Islam?
Bagaimanapun, kebenaran dan kebatilan tidak boleh dicampuradukan. Sayangnya, untuk membandingkan atau membedakan kemurnian antara negara Islam berbentuk kerajaan dengan negeri berasas (berbasis) Islam yang berhaluan republik amatlah sulit. Mana di antara keduanya yang "suci" dan benar-benar murni Islami?
Perbedaan Antara Pemerintahan Kerajaan dan Pemerintahan Berbentuk Republik
Perlu diketahui saja, sistem pemerintahan kerajaan merupakan sistem tertua di dunia. Di mana, kerajaan pertama kali didirikan sekitar tahun 3000 SM (sebelum masehi). Ditemukan pertama kali di Mesir. Lalu, juga ada di Sumeria yang tepatnya pada sepanjang sungai Trigis dan Efrat yang sekarang berada di negara Irak.
Sedangkan, pemerintahan yang berdaulat (punya wilayah dan rakyat) dengan aneka jenis bentuk pemerintahannya, yang di zaman modern ini disebut negara demokrasi, merupakan produk tiruan dari pola pemerintahan negara (kota) di Yunani, terutama Athena. Akan tetapi, demokrasi pada waktu itu masih bersifat demokrasi langsung.
Demokrasi langsung ialah jenis demokrasi yag mengikutsertakan warga negaranya secara langsung dalam menentukan kebijakan negara maupun pengambilan keputusan mutlak lainnya. Adapun, sekarang ini mayoritas negara di bumi menganut demokrasi tidak langsung alias sistem perwakilan.
|
Peta lokasi negara-negara Islam berada (sumber gambar dari Google Earth) |
Jadi, yang dimaksud dengan negara berbentuk kerajaan adalah sistem pemerintahan monarki yang dipimpin oleh satu orang raja atau ratu sebagai kepala negara yang menguasai secara absolut dengan mekanisme pergantian tampuk kekuasaan berdasarkan faktor keturunan/sedarah.
Di sisi lain, negara penganut republik adalah wilayah berdaulat yang dalam memilih pemimpinnya didasarkan pada prinsip dipilih oleh rakyat. Baik dilakukan secara langsung sehingga seluruh warga negara berhak memilih, maupun memakai metode lembaga perwakilan rakyat. Kerapkali, pemimpinnya disebut sebagai presiden.
Beda Nasib Antara Negara Islam Sistem Kerajaan dengan Negara Berasas Islam Berbentuk Republik
Negara Islam di zaman modern yang memakai sistem kerajaan meliputi Arab Saudi, Qatar, Unit Emirat Arab (UEA), Bahrain, Kuwait, Brunei Darussalam, Oman, Yordania, Maroko, dan Malaysia. Negara berasas Islam yang berbentuk republik di antaranya Yaman, Libya, Suriah, Sudan, Irak, Mesir, hingga Aljazair.
Perlu ditekankan, maksud negara "berasas Islam" tidak harus yang menerapkan hukum Islam 100%. Melainkan, cukup negeri-negeri yang haluan atau nilai-nilai konstitusinya bernafaskan Islam. Sebagai perbandingan bahwa negara Indonesia merupakan negara Republik yang berasaskan Pancasila.
Dari semua jenis bentuk pemerintahan Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad, hanya masa Khulafa al Rasyidin yang sistem pemerintahannya ideal. Di mana, pergantian kepemimpinan pada era tersebut menerapkan mekanisme syura (dewan musyawarah). Itulah metode paling baik dan unggul dibanding dengan negara Islam berbentuk kerajaan.
Kendati demikian, dibandingkan dengan negara berasas Islam yang berbentuk republik, faktanya sungguh terbukti jelas negara Islam yang menganut kerajaan yang tampak sekali paling baik nasibnya. Terbukti, negara-negara republik yang disebutkan di atas telah mengalami tragedi kebangsaan yang sadis dan memilukan.
Di negara Islam berbentuk republik tersebut terjadi krisis ekonomi berkepanjangan, perang saudara, kudeta, kerusuhan, sampai dipimpin oleh presiden diktator. Intinya, kehidupan masyarakat kondisinya sengsara secara fisik dan batin. Sungguh, betapa suram nasib negara berbasis Islam yang berbentuk republik.
Nasib berbeda terjadi di negara-negara Islam yang memakai sistem kerajaan. Kehidupan rakyatnya damai, tentram, makmur, dan sejahtera. Penyebabnya, bukan karena mereka merupakan negara penghasil minyak mentah terbesar dunia. Sebab, negara Islam lain berstatus penghasil minyak dan punya potensi alam luar biasa ternyata juga bernasib sengsara.
Analisisnya barangkali begini, seorang raja sebagai penguasa negara memiliki otoritas penuh. Dia telah tuntas dengan kejiwaan dan obsesinya sendiri. Memperbanyak harta bukan prioritas mereka. Sebab, keadaan hidupnya sudah bergelimang harta. Bahkan, kekuatan politik mereka tak tergoyahkan, sehingga tak perlu pusing "bersandiwara" dan "pura-pura" merakyat.
Segala teror berupa pemakzulan, cacian, kritik, serangan oposisi, transaksi politik, hingga momen pemilu bukanlah suatu momok yang menakutkan bagi para raja. Dengan begitu, mereka tak ada hasrat besar untuk korupsi dan kongkalikong dengan para bangsawan maupun konglomerat. Sebab, semua isi negara sejatinya milik mereka.
Jika seorang raja memiliki ketaatan pada agama Islam, sudah pasti dia akan memimpin dengan cara cenderung menghindari kebatilan atau kezaliman. Alhasil, ia akan lebih peduli pada rakyatnya. Maklum saja, lantaran nasib dia pribadi beserta keluarganya sudah terjamin. Itulah sebabnya mereka disebut sudah selesai dengan urusannya sendiri.
Baca juga Miris, Pada Tahun 2023 ini Banyak WNI Hijrah Jadi Warga Negara Singapura
Persamaan antara negara Islam berbentuk Kerajaan dengan negara Islam penganut republik yaitu kedua pemimpin negara tersebut berpeluang sama hanya sebagai boneka bagi orang-orang di sekitarnya yang lebih pintar, licik, dan punya kekuatan besar. Berbanding beda dengan negara Islam metode syuro yang terbukti ampuh melahirkan pemimpin ideal.
Artinya, di negara demorkasi pun "manusia sampah" bisa dipoles/dipermak/disulap untuk tampil mempesona sehingga dipilih oleh rakyat atau perwakilan rakyat. Akibatnya, biarpun bukan seorang raja tetapi bisa tampil ditaktor tatkala backing di belakangnya juga kalangan super kuat. Akhirnya, anggaran negara habis untuk imbal balik alias balas budi kepada bandar politik.
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Perbedaan Nasib Negara Islam Menganut Kerajaan dengan Negara Berasas Islam yang Berbentuk Republik di Zaman Modern"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com