Definisi gaya hidup dalam tulisan ini adalah sesuatu yang terkait dengan kebutuhan sekunder atau bahkan tersier dari manusia dalam menampilkan diri. Dalam artian demi agar mendapat perhatian, manusia rela mengubah dirinya.
Biasa tak pernah jalan-jalan lantas serta merta melakukan wisata. Ada orang iri atau julid memberi komentar "Untuk makan saja susah, ngapain jalan-jalan. Pasti itu uangnya didapat dari orang tuanya yang kaya raya."
Patokan gaya hidup dari tinjauan waktu, tempat, dan masyarakatnya satu sama lain berbeda. Bisa saja suatu gaya hidup di zaman tertentu sedang menjadi tren. Sedangkan di keadaan lain menjadi sesuatu yang usang dan tak ada nilai.
Guna memenuhi gaya hidup tak selalu mesti mengeluarkan uang banyak. Walau diakui kadang hal-hal yang terkait dengan gaya hidup memang butuh biaya besar. Butuh anggaran ekstra demi mendapatkan atau menikmatinya.
Tak semua hal yang berbiaya besar bertujuan untuk memuaskan gaya hidup. Ada gaya hidup yang dikeluarkan dalam dana kecil. Terutama gaya hidup yang rutin di lakukan hampir tiap hari. Pergi ke kafe, belanja, dan lain-lain.
Sebagaimana kebutuhan primer lainnya, sesungguhnya berwisata merupakan hal netral. Artinya, ia menjadi gaya hidup atau menjadi hal biasa tergantung pada siapa yang menjalani. Serta tak bisa dilepaskan pada siapa yang mengomentari.
Bagi orang lain mungkin makan di warung padang sebagai perilaku biasa. Sebab ia sangat mampu untuk membelinya setiap hari. Namun, bagi yang lain mungkin itu sebuah gaya hidup. Suatu kebanggaan sendiri bisa makan nasi padang.
Berwisata menjadi gaya hidup atau tidak tergantung juga pada di lokasi mana ia rekreasi. Apakah orang tersebut mampu mengeluarkan uang secara "ringan" tanpa ganjalan saat berlibur. Kalau iya, berarti itu sudah bukan gaya hidup lagi.
Berwisata adalah kebutuhan setiap orang. Tak harus mahal. Pergi ke pegunungan hijau, menghirup udara segar, dan menikmati suasana rindang sudah cukup. Bisa juga melakukan hal-hal kecil lain di tempat baru sesuai kemampuan.
Inti dari berwisata sebenarnya ialah mengunjungi tempat baru. Sebagus apapun tempat wisata ketika sudah dikunjungi berkali-kali pasti rasanya bosan juga. Alhasil, rileksasi otak dan ketenangan hati tak akan didapat.
Untuk memperbaiki kualitas hidup tak hanya melakukan belajar, berlatih, dan bekerja keras. Tubuh juga harus diistirahatkan. Tidak boleh dipaksa kerja terus-terusan. Serta tak cukup dengan tidur, nonton TV, dan main internet saja.
Kebutuhan orang dalam berwisata berbeda-beda. Baik itu dari segi frekuensi (tingkat keseringan), lokasi yang dituju, dan hal-hal lain. Terpenting seseorang tidak kehilangan jati dirinya sebagai manusia gara-gara mengabaikan pentingnya wisata.
Tulisan milik *Dolanku* lainnya:
Terima kasih telah membaca tulisan kami berjudul "Berwisata Bukan untuk Gaya Hidup, Tapi Demi Memperbaiki Kualitas Hidup"
Posting Komentar
Berkomentar dengan bijak adalah ciri manusia bermartabat. Terima kasih atas kunjungannya di Dolanku.com